Jumat, 15 Desember 2017

PELUANG USAHA

PELUANG USAHA Baru saja ke luar rumah, bertemu teman di sebuah toko. Pada umumnya orang, kami langsung salaman dan menanyakan kabar. Tidak ketinggalan kabar pekerjaan saling kami pertanyakan. Dia waktu aku kenal dulu seorang karyawan perusahaan pertambangan dan aku seorang guru. Setelah beberapa tahun bekerja saya anggap dia sudah menjadi karyawan tetap, dugaanku ternyata salah. Dan dia menduga saya juga salah. Dia kira aku sudah menjadi guru PNS. Ternyata kami punya kesamaan dalam kesalahan yaitu praduga tak bersalah, ternyata salah. Singkat kata dia bercerita panjang lebar luas dalamnya kehidupan yang ia alami setelah diberhentikan dari perusahaan. Semua yang menghasilkan uang ia kerjakan. Mulai dari jadi tukang parkir, juru tagih, bodygoard seorang kontraktor, makelar kasus, calo proyek semua pernah ia lakukan. Menurut analisa saya ia sudah layak menjadi bos kontraktor dengan pengalaman segudang. Dan aku kira dia sudah punya CV atau PT sebdiri, ternyata pradugaku salah lagi. Dan ia menduga saya sudah sukses, nah ini yang agak berimbang antara kebenaran dan kesalahan mengenai kesuksesan saya. Alhasil dari sekian menit percakapan kami saling mempunyai pemahaman yang sama, senasib. Nasib baik, yaitu masih diberi kehidupan dan rezeki berupa anak-anak yang sehat, istri yang taat. Secara materi aku sering sombong walau kantong bolong. Kalo dia aku lihat mau mengeluhkan keuangan, setelah aku sombongi, dengan aku perlihatkan dompet dan sejumlah kartu ATM, malah dia tidak percaya kalo aku punya banyak uang. Dan dengan sombong pula aku traktir rokoknya dan jajan anaknya di toko itu, eh dia malah tertawa dan dia malah mebayari rokokku duluan. "Kurang ajar ini penghinaan" kataku, dia malah tertawa sambil mengingatkan utangnya dia sama aku dulu, padahal aku sudah lupa semua. Yang aku ingat tentang dia cuma orangnya baik engam tubuh dan muka agak serem. "Sudah tidak apa-apa", kata dia. "Sekalian nyicil utang-utangku dulu" sambil ketawa nyengir dia mengeluarkan uang dari saku bajunya. Dia baru pindahan dulu sama-sama di kota sangatta, bukan teman satu kampung dan juga teman sekolah. Kami kenal begitu saja waktu di kantin dinas pendidikan. Dia di Bontang merasa baru belum tahu kanan kirinya situasi. Tanya peluang usaha apa yang bagus di Bontang. Waduh aku ini bukan dukun dan bukan analis ekonomi atau konsultan bisnis, kok minta pertimbangan saya. Kemudian aku cerita selama empat tahun di Bontang tiga tahun kerjaanku di Sangata, pulang pasti sudah lepas malam, lagian aku jarang keluar rumah. Inti ceritaku aku ngeles tidak tahu situasi kindisi peluang usaha kota Bontang yang bagus. Kemudian pembicaraan beralih pada peluang-peluang usaha di kota kecil ini, kota yang dalam kategori mapan. Ekonomi ditompang dua perusahaan nasional. Dia tanya bagaimana peluang usaha di pemerintahan dan dua perusahaan tersebut. Berkali-kali aku katakan aku buta mengenai hal itu di Bontang relasiku hampir tidak ada. Terus dia ganti jualan apa yang bagus disini kecil-kecilan tapi ramai. Nah ini sedikit banyak aku tahu. Menurut analisa saya jualan makan ringan sangat bagus disini. Dia terus bertanya produk makanan apa yang paling laris dan menjadi trend di kota ini. Agak gelagban juga saya dengan pertanyaan ini menjawabnya. Tiba-tiba Allah mengasih ilham kepada saya dengan diutusnya seorang pedagang Pendthol. Telunjukku langsung menunjuk pedagkang penthol yang lewat tersebut. "Nah itu peluang makanan cepat saji yang digemari segala umur dan kalangan" jawabku sambil memberi alasan. Dia dia tertawa entah apa maknanya padahal tidak lucu. Btg 14 Desember2017 Hsn

google-site-verification: google0a459c5ae92c6f5c.html

google-site-verification: google0a459c5ae92c6f5c.html